CONTOH MAKALAH PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berbicara dan membahas mengenai politik bagi sebagian orang atau kalangan bukan hal yang asing terutama yang memang secara langsung mempelajari atau bahkan terjun langsung di dalamnya. Di dalam politik terdapat beberapa macam kegiatan sperti sosialisasi poltik, partisipasi politik, rekrutmen politik, komunikasi politik dan mobilisasi politik. Semua kegiatan tersebut dilaksanakan untuk mendukung berjalan baiknya kegiatan tersebut.
Namun dalam makalah ini kami akan membahas mengenai partisipasi politik. Dalam partisipasi politik ini harus adanya sebuah sosialisasi politik dengan baik. Jka hal ini tidak terlaksana dengan baik sudah bisa dipastikan proses partisipasi politik tidak akan berjalan baik.
1.1. Latar Belakang
Berbicara dan membahas mengenai politik bagi sebagian orang atau kalangan bukan hal yang asing terutama yang memang secara langsung mempelajari atau bahkan terjun langsung di dalamnya. Di dalam politik terdapat beberapa macam kegiatan sperti sosialisasi poltik, partisipasi politik, rekrutmen politik, komunikasi politik dan mobilisasi politik. Semua kegiatan tersebut dilaksanakan untuk mendukung berjalan baiknya kegiatan tersebut.
Namun dalam makalah ini kami akan membahas mengenai partisipasi politik. Dalam partisipasi politik ini harus adanya sebuah sosialisasi politik dengan baik. Jka hal ini tidak terlaksana dengan baik sudah bisa dipastikan proses partisipasi politik tidak akan berjalan baik.
Sudah menjadi hal yang lumrah (biasa) ketika masa Pemilihan Umum (Pemilu) baik daerah ataupun Negara banyak para calon pemimpin kita berlomba-lomba merebut hati rakyat. Banyak cara yang dilakukan para calon pemimpin untuk merebut hati rakyatnya. Seperti melakukan kampanye, terjun langsung kelapangan agar merasa dekat dan diakui kehadirannya sebagai calon pemimpin dan kegiatan-kegiatan lainnya. Namun hal ini tidak didukung dengan pengetahuan dan kesadaran warganya akan apa arti dari politik itu sendiri baik dalam keilmuan maupun dalam hal benefit pada pembangunan negara. Terlebih di Indonesia tidak sedikit warganya yang membenci politik karena memandang bahwa politik hanya di jadikan sarana merauk keuntungan bagi kalangan tertentu yang sama sekali tidak tersentuh oleh orang-orang kecil (warga biasa dengan tingkat ekonomi di baah rata-rata).
Maka tidak hayal banyak oknum-oknum tertentu memanfaatkan kurangnya pengetahuan akan politik dan pandangan-pandangan negatif terhadap politik dengan cara tidak sehat. Yang kemudian menjadi sebab partisipasi politik pun berjalan dengan tidak sehat.
Seakan sudah menjadi rahasia umum jika banyak para oknum agar mereka terpilih sebagai pejabat baik legislatif maupun eksekutif dengan menggunakan cara yang tidak baik seperti money politic dan lain-lain.Inilah yang mengakibatkan Perpolitikan Indonesia tidak stabil karena memang dihuni oleh orang-orang (oknum) yang memang tidak memahami dengan baik pa yang di maksud dengan arti politik secara hakiki.
Hal-hal tersebutlah yang menyebabkan partisipasi langsung dari orang-orang awam politik banyak diperjualbelikan (Money politic=Serangan fajar). selain masalah money Politic kurang berjalan dengan baiknya partisipasi politik secara merata juga disebabkan karena faktor geografis seperti orang-orang pedalaman yang memang sangat sulit untuk mendapatkan informasi tentang politik bahkan sampai tidak tersentuh/terdata oleh pihak penyelenggara pemilu (Komisi Pemilihan Umum – KPU). Ini lah yang akan dibahas oleh kami yaitu mengapa partisipasi politik tidak dapat berjalan dengan baik?.
Maka tidak hayal banyak oknum-oknum tertentu memanfaatkan kurangnya pengetahuan akan politik dan pandangan-pandangan negatif terhadap politik dengan cara tidak sehat. Yang kemudian menjadi sebab partisipasi politik pun berjalan dengan tidak sehat.
Seakan sudah menjadi rahasia umum jika banyak para oknum agar mereka terpilih sebagai pejabat baik legislatif maupun eksekutif dengan menggunakan cara yang tidak baik seperti money politic dan lain-lain.Inilah yang mengakibatkan Perpolitikan Indonesia tidak stabil karena memang dihuni oleh orang-orang (oknum) yang memang tidak memahami dengan baik pa yang di maksud dengan arti politik secara hakiki.
Hal-hal tersebutlah yang menyebabkan partisipasi langsung dari orang-orang awam politik banyak diperjualbelikan (Money politic=Serangan fajar). selain masalah money Politic kurang berjalan dengan baiknya partisipasi politik secara merata juga disebabkan karena faktor geografis seperti orang-orang pedalaman yang memang sangat sulit untuk mendapatkan informasi tentang politik bahkan sampai tidak tersentuh/terdata oleh pihak penyelenggara pemilu (Komisi Pemilihan Umum – KPU). Ini lah yang akan dibahas oleh kami yaitu mengapa partisipasi politik tidak dapat berjalan dengan baik?.
1.2. Rumusan Masalah
Untuk membuat bahasan tetap fokus. Maka untuk membatasi bahasan yang akan dibahas dalam makalah ini, Penyusun merumuskan makalah ini dengan bahasan yang mencakup masalah sebagai berikut :
Untuk membuat bahasan tetap fokus. Maka untuk membatasi bahasan yang akan dibahas dalam makalah ini, Penyusun merumuskan makalah ini dengan bahasan yang mencakup masalah sebagai berikut :
- Memahami Partisipasi Politik secara teoritis
- Bentuk partisipasi Politik
- Partisipasi Masyarakat Dalam Politik Sebagai Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi Di Indonesia.
- Partisipasi Politik pada Pemilihan Umum (Pemilu)
1.3. Sistematika Pembahasan
Dalam penulisan makalah ini penyusun menyajikan pembahasan makalah dalam 4 bab, adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :
BAB I yaitu pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, sistematika pembahasan, dan metode penyusunan.
Dalam penulisan makalah ini penyusun menyajikan pembahasan makalah dalam 4 bab, adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :
BAB I yaitu pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, sistematika pembahasan, dan metode penyusunan.
BAB II yaitu Landasan teori, sebuah bab yang menyebutkan beberapa teori yang diungkapkan oleh para ahli dalam bidang politik
BAB III yaitu pembahasan yang memaparkan tentang Memahami Partisipasi Politik secara teoritis, jenis partisipasi Politik, Partisipasi Masyarakat Dalam Politik Sebagai Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi Di Indonesia, dan Partisipasi Politik pada Pemilihan Umum (Pemilu).
BAB IV yaitu penutup yang meliputi kesimpulan dari makalah dan saran dari setiap anggota penyusun makalah
BAB III yaitu pembahasan yang memaparkan tentang Memahami Partisipasi Politik secara teoritis, jenis partisipasi Politik, Partisipasi Masyarakat Dalam Politik Sebagai Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi Di Indonesia, dan Partisipasi Politik pada Pemilihan Umum (Pemilu).
BAB IV yaitu penutup yang meliputi kesimpulan dari makalah dan saran dari setiap anggota penyusun makalah
1.4. Metode Penyusunan
Dalam pembuatan makalah ini dilakukan pengumpulan data yang dibutuhkan untuk menunjang kelengkapan penulisan makalah ini, penyusun menggunakan metode studi pustaka melalui buku-buku/referensi yang ada di beberapa perpustakaan, dan untuk lebih melengkapi data-data yang ada di dalam makalah ini penyusun juga melakukan searching (browsing) Artikel dan jurnal dari internet sebagai bahan tambahan.
Dalam pembuatan makalah ini dilakukan pengumpulan data yang dibutuhkan untuk menunjang kelengkapan penulisan makalah ini, penyusun menggunakan metode studi pustaka melalui buku-buku/referensi yang ada di beberapa perpustakaan, dan untuk lebih melengkapi data-data yang ada di dalam makalah ini penyusun juga melakukan searching (browsing) Artikel dan jurnal dari internet sebagai bahan tambahan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Partisipasi Politik
Partisipasi merupakan salah satu aspek penting demokrasi. Partisipasi merupakan taraf partisipasi politik warga masyarakat dalam kegiatan-kegiatan politik baik yang bersifat aktif maupun pasif dan bersifat langsung maupun yang bersifat tidak langsung guna mempengaruhi kebijakan pemerintah. Wahyudi Kumorotomo mengatakan,
“Partisipasi adalah berbagai corak tindakan massa maupun individual yang memperlihatkan adanya hubungan timbale balik antara pemerintah dan warganya.”
“Partisipasi adalah kegiatan warga yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah, partisipasi bisa bersifat pribadi-pribadi atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif.” Lebih jauh dia mengingatkan bahwa secara umum corak partisipasi warga negara dibedakan menjadi empat macam, yaitu : pertama, partisipasi dalam pemilihan (electoral participation), kedua, partisipasi kelompok (group participation), ketiga, kontak antara warga negara dengan warga pemerintah (citizen government contacting) dan keempat, partisipasi warga negara secara langsung. Menurut Samuel P. Hutington dan Joan Nelson dalam No Easy Choice : Political participation in developing :
Sedangkan Ramlan Surbakti mendefinisikan, partisipasi politik adalah kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi pembuatan dan pelaksanaan kebijakan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintah.
Dengan demikian, pengertian Hutington dan Nelson dibatasi beberapa hal, yaitu : pertama, Hutington dan Nelson mengartikan partisipasi politik hanyalah mencakup kegiatan-kegiatan dan bukan sikap-sikap. Dalam hal ini, mereka tidak memasukkan komponen-komponen subjektif seperti pengetahuan tentang politik, keefektifan politik, tetapi yang lebih ditekankan adalah bagaimana berbagai sikap dan perasaan tersebut berkaitan dengan bentuk tindakan politik. Kedua, yang dimaksud dengan partisipasi politik adalah warga negara biasa, bukan pejabat-pejabatpemerintah. Hal ini didasarkan pada pejabat-pejabat yang mempunyai pekerjaan professional di bidang itu, padahal justru kajian ini pada warga negar biasa. Ketiga, kegiatan politik adalah kegiatan yang dimaksud untuk mempengaruhi keputusan pemerintah.
Kegiatan yang dimaksudkan misalnya membujuk atau menekan pejabat pemerintah untuk bertindak dengan cara-cara tertentu untuk menggagalkan keputusan, bahkan dengan cara mengubah aspek-aspek sistem politik. Dengan itu protes-protes, demonstrasi, kekerasan bahkan bentuk kekerasan pembrontak untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah dapat disebut sebagai partisipasi politik. Keempat, partisipasi juga mencakup semua kegiatan yang mempengaruhi pemerintah, terlepas tindakan itu efektif atau tidak, berhasil atau gagal. Kelima, partisipasi politik dilakukan langsung atau tidak langsung, artinya langsung oleh pelakunya sendiri tanpa menggunakan perantara, tetapi ada pula yang tidak langsung melalui orang-orang yang dianggap dapat menyalurkan ke pemerintah.
Perilaku politik seseorang dapat dilihat dari bentuk partisipasi politik yang dilakukannya. Bentuk partisipasi politik dilihat dari segi kegiatan dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Partisipasi aktif, bentuk partisipasi ini berorientasi kepada segi masukan dan keluaran suatu sistem politik. Misalnya, kegiatan warga negara mengajukan usul mengenai suatu kebijakana umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang berbeda dengan kebijakan pemerintah, mengajukan kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan kebijaksanaan, membayar pajak, dan ikut srta dalam kegiatan pemilihan pimpinan pemerintahan.
b. Partisipasi pasif, bentuk partisipasi ini berorientasi kepada segi keluaran suatu sistem politik. Misalnya, kegiatan mentaati peraturan/perintah, menerima, dan melaksanakan begitu saja setiap keputusan pemerintah.
Selain kedua bentuk partisipasi diatas tetapi ada sekelompok orang yang menganggap masyarakat dan sistem politik yang ada dinilai telah menyinggung dari apa yang dicita-citakan sehingga tidak ikut serta dalam politik. Orang-orang yang tidak ikut dalam politik mendapat beberapa julukan, seperti apatis, sinisme, alienasi, dan anomie.
1. Apatis (masa bodoh) dapat diartikan sebagai tidak punya minat atau tidak punya perhatian terhadap orang lain, situasi, atau gejala-gejala.
2. Sinisme menurut Agger diartikan sebagai “kecurigaan yang busuk dari manusia”, dalam hal ini dia melihat bahwa politik adalah urusan yang kotor, tidak dapat dipercaya, dan menganggap partisipasi politik dalam bentuk apa pun sia-sia dan tidak ada hasilnya.
3. Alienasi menurut Lane sebagai perasaan keterasingan seseorang dari politik dan pemerintahan masyarakat dan kecenderungan berpikir mengenai pemerintahan dan politik bangsa yang dilakukan oleh orang lain untuk oranng lain tidak adil.
4. Anomie, yang oleh Lane diungkapkan sebagai suatu perasaan kehidupan nilai dan ketiadaan awal dengan kondisi seorang individu mengalami perasaan ketidakefektifan dan bahwa para penguasa bersikap tidak peduli yang mengakibatkan devaluasi dari tujuan-tujuan dan hilangnya urgensi untuk bertindak.
Menurut Rosenberg ada 3 alasan mengapa orang enggan sekali berpartisipasi politik:
Pertama bahwa individu memandang aktivitas politik merupakan ancaman terhadap beberapa aspek kehidupannya. Ia beranggapan bahwa mengikuti kegiatan politik dapat merusak hubungan sosial, dengan lawannya dan dengan pekerjaannya karena kedekatannya dengan partai-partai politik tertentu.
Kedua, bahwa konsekuensi yang ditanggung dari suatu aktivitas politik mereka sebagai pekerjaan sia-sia. Mungkin disini individu merasa adanya jurang pemisah antara cita-citanya dengan realitas politik. Karena jurang pemisah begitu besarnya sehingga dianggap tiada lagi aktifitas politik yang kiranya dapat menjembatani.
Ketiga, beranggapan bahwa memacu diri untuk tidak terlibat atau sebagai perangsang politik adalah sebagai faktor yang sangat penting untuk mendorong aktifitas politik. Maka dengan tidak adanya perangsang politik yang sedemikian, hal itu membuat atau mendorong kearah perasaan yang semakin besar bagi dorongan apati. Disini individu merasa bahwa kegiatan bidang politik diterima sebagai yang bersifat pribadi sekali daripada sifat politiknya. Dan dalam hubungan ini, individu merasa bahwa kegiatan-kegiatan politik tidak dirasakan secara langsung menyajikan kepuasan yang relative kecil. Dengan demikian partisipasi politik diterima sebagai suatu hal yang sama sekali tidak dapat dianggap sebagai suatu yang dapat memenuhi kebutuhan pribadi dan kebutuhan material individu itu.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Memahami Partisipasi Politik Secara Teoritis
Secara teoritis partisipasi politik menurut Herbert Mc Closky “The term political participation will refer to those voluntary activities by which members of a society share in the selection of rulers and, direcly or indirectly, in the formation of public policy” Partisipasi politik adalah kegiatan–kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum.
Dalam hubungan dengan Negara – Negara baru Samuel P. Hunington dan Joan M. Nelson dalam karyanya No Easy Choice: Political Participation in develoving Countries memberi tafsiran yang lebih luas dengan memasukan secara eksplisit tindakan illegal dan kekerasan. “By political participation “We mean activity by private citizens designed to influence government decision making. Participation may be individual or collective, organized or spontaneous, sustained or sporadic, peaceful or violent, legal or illegal, effective or ineffective”. Menurut mereka Partisipasi Poilitik adalah kegiatan warga yang bertindak sebagai pribadi – pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif.
Dan ada juga dari ahli politik dalam negeri seperti yang dungkapkan oleh Prof. Miriam Budiharjo bahwa Partisipasi politik merupakan kegiatan seseorang/sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik dengan cara memilih pimpinan Negara dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Secara singkat partisipasi politik merupakan keikutsertaan seseorang atau kelompok untuk turut serta dalam proses pemilihan penguasa (pemimpin/pejabat) baik secara langsung seperti pemilihan Umum (Pemilu), memasang symbol negara (bendera merah putih) ketika hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia atau memasang bendea setengah tiang ketika ada tokoh penting nasional yang meninggal ataupun secara tidak langsung seperti kegiatan mentaati peraturan-peraturan pemerintah atau kebijakan-kebijakan pemerintah serta menerima dan melaksanakan setiap keputusan yang di buat oleh pemerintah.
Maka dari itu pada prinsipnya setiap warga Negara terutama di Indonesia harus semestinya turut berpartisipasi dalam politik seperti memilih kepala Negara atau Kepala Daerah. Karena dengan hal tersebut merupakan perwujudan bahwa kita adalah WNI (Warga Negara Indonesia) dan perwujudan bahwa kita turut serta menentukan masa depan Negara atau masa depan suatu daerah dengan cara memilih pemimpinnya.
Partisipasi politik itu sendiri secara nasional dilakukan pada tahun 2006 yaitu dilakukannya Pemilihan Umum (Pemilu) di mana warga negara Indonesia dapat memilih dan menentukan kepala kepala negaranya secara langsung. ketika itu Susilo Bambang Yudhoyono dengan wakilnya Jusuf kalla terpilih sebagai Presiden dan wakil presiden yang disebut dengan Kabinet Indonesia bersatu jilid I, ketika masa jabatan kabinet tersebut berakhir sang presiden terpilih kembali sebagai kepala Negara (Presiden) dengan wakil Presidennya yang baru yaitu Boediono era SBY-Boediono ini disebut dengan Kabinet Indonesia bersatu jilid II sesuai dengan visi misi ketika masa kampanye pencalonan mereka yaitu Lanjutkan! Maksudnya melanjutkan pembangunan Negara yang sebelumnya dilakukan bersama Yusuf kalla.
3.2. Bentuk-bentuk Partisipasi Politik
Bentuk-bentuk partisipasi politik yang terjadi di berbagai negara dapat dibedakan dalam kegiatan politik yang berbentuk konvensional dan nonkonvensional termasuk yang mungkin legal (seperti petisi) maupun ilegal (cara kekerasan atau revolusi). Bentuk-bentuk dan frekuensi partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas sistem politik, integritas kehidupan politik, kepuasan atau ketidakpuasan warga negara. Berikut ini adalah bentuk-bentuk partisipasi politik menurut Almond :
Konvensional
PEMBAHASAN
3.1. Memahami Partisipasi Politik Secara Teoritis
Secara teoritis partisipasi politik menurut Herbert Mc Closky “The term political participation will refer to those voluntary activities by which members of a society share in the selection of rulers and, direcly or indirectly, in the formation of public policy” Partisipasi politik adalah kegiatan–kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum.
Dalam hubungan dengan Negara – Negara baru Samuel P. Hunington dan Joan M. Nelson dalam karyanya No Easy Choice: Political Participation in develoving Countries memberi tafsiran yang lebih luas dengan memasukan secara eksplisit tindakan illegal dan kekerasan. “By political participation “We mean activity by private citizens designed to influence government decision making. Participation may be individual or collective, organized or spontaneous, sustained or sporadic, peaceful or violent, legal or illegal, effective or ineffective”. Menurut mereka Partisipasi Poilitik adalah kegiatan warga yang bertindak sebagai pribadi – pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif.
Dan ada juga dari ahli politik dalam negeri seperti yang dungkapkan oleh Prof. Miriam Budiharjo bahwa Partisipasi politik merupakan kegiatan seseorang/sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik dengan cara memilih pimpinan Negara dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Secara singkat partisipasi politik merupakan keikutsertaan seseorang atau kelompok untuk turut serta dalam proses pemilihan penguasa (pemimpin/pejabat) baik secara langsung seperti pemilihan Umum (Pemilu), memasang symbol negara (bendera merah putih) ketika hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia atau memasang bendea setengah tiang ketika ada tokoh penting nasional yang meninggal ataupun secara tidak langsung seperti kegiatan mentaati peraturan-peraturan pemerintah atau kebijakan-kebijakan pemerintah serta menerima dan melaksanakan setiap keputusan yang di buat oleh pemerintah.
Maka dari itu pada prinsipnya setiap warga Negara terutama di Indonesia harus semestinya turut berpartisipasi dalam politik seperti memilih kepala Negara atau Kepala Daerah. Karena dengan hal tersebut merupakan perwujudan bahwa kita adalah WNI (Warga Negara Indonesia) dan perwujudan bahwa kita turut serta menentukan masa depan Negara atau masa depan suatu daerah dengan cara memilih pemimpinnya.
Partisipasi politik itu sendiri secara nasional dilakukan pada tahun 2006 yaitu dilakukannya Pemilihan Umum (Pemilu) di mana warga negara Indonesia dapat memilih dan menentukan kepala kepala negaranya secara langsung. ketika itu Susilo Bambang Yudhoyono dengan wakilnya Jusuf kalla terpilih sebagai Presiden dan wakil presiden yang disebut dengan Kabinet Indonesia bersatu jilid I, ketika masa jabatan kabinet tersebut berakhir sang presiden terpilih kembali sebagai kepala Negara (Presiden) dengan wakil Presidennya yang baru yaitu Boediono era SBY-Boediono ini disebut dengan Kabinet Indonesia bersatu jilid II sesuai dengan visi misi ketika masa kampanye pencalonan mereka yaitu Lanjutkan! Maksudnya melanjutkan pembangunan Negara yang sebelumnya dilakukan bersama Yusuf kalla.
3.2. Bentuk-bentuk Partisipasi Politik
Bentuk-bentuk partisipasi politik yang terjadi di berbagai negara dapat dibedakan dalam kegiatan politik yang berbentuk konvensional dan nonkonvensional termasuk yang mungkin legal (seperti petisi) maupun ilegal (cara kekerasan atau revolusi). Bentuk-bentuk dan frekuensi partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas sistem politik, integritas kehidupan politik, kepuasan atau ketidakpuasan warga negara. Berikut ini adalah bentuk-bentuk partisipasi politik menurut Almond :
Konvensional
- Pemberian suara atau voting
- Diskusi politik
- Kegiatan kampanye
- Membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan
- Komunikasi individual dengan pejabat politik atau administratif
NonKonvensional
- Pengajuan petisi
- Berdemonstrasi
- Konfrontasi
- Mogok
- Tindak kekerasan politik terhadap harta benda: perusakan, pemboman, pembakaran.
- Tindak kekerasan politik terhadap manusia: penculikan, pembunuhan, perang gerilya, revolusi.
Dalam hal partisipasi politik, Rousseau menyatakan bahwa “Hanya melalui partisipasi seluruh warga negara dalam kehidupan politik secara langsung dan bekelanjutan, maka negara dapat terikat ke dalam tujuan kebaikan sebagai kehendak bersama.”
Berbagai bentuk partisipasi politik tersebut dapat dilihat dari berbagai kegiatan warga negara yang mencakup antara lain:
Berbagai bentuk partisipasi politik tersebut dapat dilihat dari berbagai kegiatan warga negara yang mencakup antara lain:
- Terbentuknya organisasi-organisasi politik maupun organisasi masyarakat sebagai bagian dari kegiatan sosial, sekaligus sebagai penyalur aspirasi rakyat yang ikut menentukan kebijakan negara.
- Lahirnya lembaga swadaya masyarakat (LSM) sebagai kontrol sosial maupun pemberi masukan terhadap kebijakan pemerintah.
- Lahirnya lembaga swadaya masyarakat (LSM) sebagai kontrol sosial maupun pemberi masukan terhadap kebijakan pemerintah.
- Munculnya kelompok-kelompok kontemporer yang memberi warna pada sistem input dan output kepada pemerintah, misalnya melalui unjuk rasa, petisi, protes, demonstrasi, dan sebagainya.
Menurut Samuel P. Huntington dan Joan Nelson dalam karya penelitiannya No Easy Choice: Political Participation in Developing Countries, partisipasi yang bersifat mobilized (dipaksa) juga termasuk ke dalam kajian partisipasi politik. Partisipasi sukarela dan mobilisasi hanya dalam aspek prinsip, bukan kenyataan tindakan: Intinya baik sukarela ataupun dipaksa, warganegara tetap melakukan partisipasi politik.
Jika model partisipasi politik bersumber pada faktor “kebiasaan” partisipasi politik di suatu zaman, maka bentuk partisipasi politik mengacu pada wujud nyata kegiatan politik tersebut. Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membagi bentuk-bentuk partisipasi politik menjadi :
Jika model partisipasi politik bersumber pada faktor “kebiasaan” partisipasi politik di suatu zaman, maka bentuk partisipasi politik mengacu pada wujud nyata kegiatan politik tersebut. Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membagi bentuk-bentuk partisipasi politik menjadi :
- Kegiatan Pemilihan yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu.
- Lobby yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu.
- Kegiatan Organisasi yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah.
- Contacting yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan
- Tindakan Kekerasan (violence) yaitu tindakan individu atau kelompok guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk di sini adalah huru-hara, teror, kudeta, revolusi dan pemberontakan.
Kelima bentuk partisipasi politik menurut Huntington dan Nelson telah menjadi bentuk klasik dalam studi partisipasi politik. Keduanya tidak membedakan apakah tindakan individu atau kelompok di tiap bentuk partisipasi politik legal atau ilegal. Sebab itu, penyuapan, ancaman, pemerasan, dan sejenisnya di tiap bentuk partisipasi politik.
Keikutsertaan dan ketidakikutsertaan dalam pemilu menunjukkan sejauhmana tingkat partisipasi konvensional warganegara. Seseorang yang ikut mencoblos dalam pemilu, secara sederhana, menunjukkan komitmen partisipasi warga. Tapi orang yang tidak menggunakan hak memilihnya dalam pemilu bukan berarti ia tak punya kepedulian terhadap masalah-masalah publik. Bisa jadi ia ingin mengatakan penolakan atau ketidakpuasannya terhadap kinerja elite politik di pemerintahan maupun partai dengan cara golput. Sementara jenis partisipasi politik yang kedua biasanya terkait dengan aspirasi politik seseorang yang merasa diabaikan oleh institusi demokrasi, dan karenanya, menyalurkannya melalui protes sosial atau demonstrasi. Wujud dari protes sosial ini juga beragam, seperti memboikot, mogok, petisi, dialog, turun ke jalan, bahkan sampai merusak fasilitas umum.
3.3. Partisipasi Masyarakat Dalam Politik Sebagai Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi Di Indonesia
Partispasi warga negara (Private Citizen) bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif (Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, 1977:3). Partispasi warga negara yang legal bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara dan/atau tindakan-tindakan yang diambil mereka (Norman H. Nie dan Sidney Verba, 1975:1). Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam demokrasi karena:
Keikutsertaan dan ketidakikutsertaan dalam pemilu menunjukkan sejauhmana tingkat partisipasi konvensional warganegara. Seseorang yang ikut mencoblos dalam pemilu, secara sederhana, menunjukkan komitmen partisipasi warga. Tapi orang yang tidak menggunakan hak memilihnya dalam pemilu bukan berarti ia tak punya kepedulian terhadap masalah-masalah publik. Bisa jadi ia ingin mengatakan penolakan atau ketidakpuasannya terhadap kinerja elite politik di pemerintahan maupun partai dengan cara golput. Sementara jenis partisipasi politik yang kedua biasanya terkait dengan aspirasi politik seseorang yang merasa diabaikan oleh institusi demokrasi, dan karenanya, menyalurkannya melalui protes sosial atau demonstrasi. Wujud dari protes sosial ini juga beragam, seperti memboikot, mogok, petisi, dialog, turun ke jalan, bahkan sampai merusak fasilitas umum.
3.3. Partisipasi Masyarakat Dalam Politik Sebagai Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi Di Indonesia
Partispasi warga negara (Private Citizen) bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif (Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, 1977:3). Partispasi warga negara yang legal bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara dan/atau tindakan-tindakan yang diambil mereka (Norman H. Nie dan Sidney Verba, 1975:1). Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam demokrasi karena:
- Keputusan politik yang diambil oleh pemerintah akan menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga masyarakat. Karena itu masyarakat berhak ikut serta menentukan isi keputusan politik.
- Untuk tidak dilanggarnya hak-hak sebagai warga negara dalam setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah
Di Indonesia berpartisipasi politik dijamin oleh Negara, tercantum dalam UUD 1945 pasal 28 yang berbunyi “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Dan diatur secara jelas dalam dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 mengenai jaminan hak-hak sipil dan politik, dimana poin-poin hak yang harus dilindungi oleh Negara mengenai hak berpendapat, hak berserikat, hak memilih dan dipilih, hak sama dihadapan hukum dan pemerintahan, hak mendapatkan keadilan.
Seperti partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum, ini merupakan salah satu implementasi nilai-nilai demokrasi di Indonesia, yang mencerminkan nilai Kebebasan , dimana masyarakat diberi kebebasan penuh untuk memilih, mendukung calon yang di inginkan. Sebagai contoh, dari data KPU pada tanggal 9 mei 2009 (http://partai.info/pemilu2009/ diakses 1 Desember 2012) menunjukan masyarakat Indonesia yang ikut berpartisipasi untuk memilih adalah lebih dari 104 juta jiwa.
Dalam hal lain masyarakat Indonesia juga menunjukkan nilai kebebasan demokrasi dalam hal melakukan protes terhadap pemerintah. Ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam politik di Indonesia mengalami peningkatan. Budiarjo (1996:185) menyatakan dalam Negara-negara demokratis umumnya dianggap bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat lebih baik. Dalam alam pemikiran ini tingginya tingkat partisipasi menunjukkan bahwa warga Negara mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan itu.
Sebagai pelaksanaan nilai demokrasi, partisipasi masyarakat dalam politik memiliki peran penting. Karena dalam Negara demokrasi semua bersumber pada rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
1.4. Partisipasi Politik pada Pemilihan Umum (Pemilu)
Berdasarkan UUD 1945 bab 1 {Pasal 1 ayat 2 kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilakukan menurut undang-undang Dasar. Dalam demokrasi modern yang mnejalankan kedaulatan itu wakil-wakil rakyat yang di tentukan sendiri oleh rakyat. Untuk menentukan siapakah yang akan yang berwenang mewakili rakyat maka dilaksanakanlah Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilihan Umum adalah suatu cara meimilih wakil-wakil rakyat serta salah satu pelayanan hak-hak azasi warga Negara dalam bidang politik (Syarbaini : 2002 : 80).
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 tahun 2007 tentang penyelenggarakan pemilihan umun dinyatakn bahwa pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang di selenggarakan secara langsung, umum, bebas, jujur dan adil. Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Repulbik Indonesia tahun 1945.
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu hak azasi manusia yang sangat principil.karenanya dalam rangka pelaksanaan hak-hak azasi adalah suatu keharusan bagi pemerintah untuk melaksanakan pemilu. Sesuai dengan azas bahwa rakyatlah yang berdaulat maka semaunya itu harus dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannnya. Merupakan suatu pelanggaran hak azasi apabila pemerintah tidak mengadakan pemilu atau memperlambat pemilu tanpa persetujuan dari wakil-wakil rakyat (kusnardi :1994 ; 324).
Dari beberapa pernyataan tersebut semestinya partisipasi rakyat dilaksanakan secara bebas, jujur, dan tanpa ada tekanan dari pihak manapun. Namun hal ini berbanding terbalik dengan fakta dilapangan. Sudah merupakan rahasia umum jika dalam setiap pemilu atau di sela-sela kampanye ada saja oknum yang melakukan kecurangan-kecurangan. terutama mengenai Isu money politic yang kian marak terjadi di tanah air sehingga memunculkan kekhawatiran sejumlah pihak.
Pemilihan Umum merupakan agenda penting dalam upaya mewujudkan tata pemerintahan yang demokratis, meskipun tidak selamanya pemilihan umum yang demokratis akan menghasilkan pemerintahan yang demokratis, begitu juga sebaliknya. Pemilihan umum merupakan bentuk legitimasi yang diberikan rakyat kepada individu-individu maupun partai-partai untuk mewakilinya. Dukungan dan partisipasi rakyat dalam pesta demokrasi ini menjadi pondasi bagi legitimasi pemerintahan yang terbentuk sesudahnya.
Pemilihan umum sebagai sebuah agenda politik dalam prosedural demokrasi jelas akan membawa perubahan pada berbagai sektor. Partai pemenang pemilu yang memegang kebijakan nantinya akan menentukan kemana arah kapal kebijakan akan berlayar. Akan tetapi perlu diingat bahwa sebelum pemilihan umum tersebut dilaksanakan tentunya terjadi proses politik yang mendahuluinya. Proses-proses politik inilah yang kemudian mempengaruhi bagaimana Pemilihan Umum tersebut berlangsung.
Kondisi-kondisi politik yang dimaksud disini adalah antara lain bagaimana Partai Politik yang ada pada saat pemilihan tersebut berlangsung, Sistem kepartaian yang diterapkan, Sistem Pemilihan Umum yang diterapkan, Partisipasi Politik masyarakat dalam Pemilihan Umum tersebut, dan bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat menjelang Pemilihan Umum tersebut dilaksanakan. Faktor-faktor ini kemudian mempengaruhi Pemilihan Umum yang dilaksanakan, apakah kemudian dapat berhasil dengan demokratis menghasilkan pemimpin yang merupakan pilihan rakyat, atau malah menimbulkan perpecahan yang berujung pada disintegrasi bangsa.
Pemilu merupakan sarana langsung bagi masyarakat yang cukup usia untuk berpartisipasi dalam memengaruhi pengambilan keputusan. Tahapan proses pemilu antara lain penetapan daftar pemilih, tahap pencalonan kandidat, tahap kampanye, tahap pemungutan serta penghitungan suara, dan hasil perolehan suara sehingga kita dapat menentukan kandidat yang terpilih. Sistem pemilu di Indonesia harus sesuai dengan prinsip pemilu yang bebas, langsung, jujur, adil dan rahasia. Sistem pemilu 2010 dapat dijadikan acuan penilaian sistem pemilu di Indonesia saat ini, sistem pemilu tahun lalu ini dapat pula dijadikan pedoman untuk mewujudkan sistem pemilu mendatang yang lebih baik dengan cara menilai dan mengevaluasi. Penilaian sistem pemilu ini dapat di lihat dari berbagai sudut pandang yaitu kondisi sosial ekonomi, kondisi lembaga-lembaga politik, proses pemungutan suara, proses pemilihan kepala daerah, tatacara pemilihan, tingkah laku masyarakat dalam memilih, partisipasi perempuan dalam partai politik, pendapat masyarakat mengenai demokrasi, dan munculnya masalah-masalah baru dalam pemilu. Kandidat yang maju telah diseleksi sebelumnya karena harus memenuhi pesyaratan dan kriteria sesuai peraturan yang berlaku.
Sistem pemilu saat ini merencanakan banyak pemilu kepala daerah sehingga dalam melakukan proses pemungutan suara diperlukan informasi dan tatacara pemilu yang efektif kepada masyarakat luas. Masyarakat Indonesia pada umumnya telah mampu mengikuti proses pemilu dan menghormati hasil pemilu, namun pemilu di Indonesia masih banyak menghadapi kendala-kendala dalam pelaksanaannya. Kendala utama dalam pemilu yaitu pemberian informasi kepada masyarakat mengenai proses-proses utama dalam pemilihan kepala daerah. Perlunya peningkatan informasi kepada masyarakat mengenai proses pemilu yang penting seperti informasi para kandidat, proses pencalonan kandidat, proses penghitungan suara sampia calon terpilih, kampanye pemilu yang dilakukan, cara masyarakat mendaftar diri sebagai pemilih, tatacara yang tepat manandai surat suara, dan dimana serta kapan kita harus memilih. Kurangnya informasi penting mengenai proses pemilihan ini harus segera ditangani secara serius karena hal ini sifatnya mutlak harus dimengerti oleh masyarakat yang memilih dalam pemilu. Maka sebaiknya pembenahan dari dasar oleh pemerintah harus segera dilakukan misalnya pendidikan dan pemberian informasi yang lengkap terhadap masyarakat sebagai pemilih. Televisi juga bisa dijadikan sarana efektif dalam penyampaian informasi pemilu, namun lebih efektif lagi apabila diiringi dengan pemberian informasi melalui pendidikan formal mengenai proses pemilu tersebut. Pemberian pendidikan proses pemilu harus memperhatikan latar belakang masyarakat yang bervariasi agar informasi yang disampaikan dapat dimengerti oleh semua lapisan masyarakat Indonesia. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu di perlukan sumber informasi seperti brosur, iklan di media cetak/internet, surat-surat melalui pos, kampanye iklan di radio, poster, debat/dialog kandidat pemilu dll.
Kepercayaan masyarakat kepada lembaga-lembaga yang berwenang dalam proses pemilu merupakan faktor penting dalam pelaksanaan pemilu, sehingga diperlukan peran lembaga-lembaga pemilu yang efektif dan mampu menjaga nama baiknya. Tingkat kepercayaan masyarakat pula harus di dukung oleh anggota lembaga-lembaga pemilu yang memiliki keahlian mengatasi masalah-masalalah pemilu dan mampu bersikap adil dengan tidak memihak salah satu partai politik. Masyarakat pada umumnya mengajukan usulan jangka waktu tunggu 5 tahun bagi mantan anggota komisi pemilu untuk dapat menjadi anggota partai politik, hal ini merupakan antisipasi karena ditakutkan hubungan anggota yang akrab antara komisi pemilu dengan anggota partai menimbulkan persekongkolan negatif. Prinsip pemilu yang bebas, langsung, jujur, adil dan rahasia,” yang mengandung makna bahwa lembaga-lembaga pemilu harus bertindak netral dan transparan dalam proses pemilu. Kandidat-kandidat pada pemilu ini melakukan proses kampaye yang merupakan bentuk publikasi kepada masyarakat dan untuk memengaruhi masyarakat supaya memilih kandidat tersebut.
Hal utama yang harus dilakukan pemilih yaitu memastikan namanya ada dalam daftar pemilih, namun pada umumnya telah ada petugas pemilu yang mendatangi tiap rumah untuk mendata. Daftar pemilih harus akurat sehingga masyarakat harus menunjukkan dokumen sah yaitu kartu pemilih dan KTP (Kartu Tanda Penduduk) agar proses pemilu berjalan dengan efektif. Pada praktek pemilihan, masyarakat akan dihadapkan pada prosedur pemilihan yaitu cara melakukan pengecekan daftar pemilih, dan cara menandai kartu suara secara benar. Hal tersebut mutlak harus dimengerti oleh masyarakat, namun real-nya masih banyak masyarakat yang belum paham dalam melakukan prosedur itu. Masyarakat juga mengalami kebingungan karena cara untuk menandai surat suara selalu berubah dari satu pemilu ke pemilu yang lain dan kurangnya informasi mengenai perubahan tersebut.Maka lembaga-lembaga pemilu harus mulai memusatkan perhatian dalam pemberian informasi yang tepat terhadap masyarakat untuk menyelesaikan masalah prosedur ini.
Reformasi pemilu mengenai bertambahnya partisipasi kaum perempuan sebagai calon dalam pesaingan partai politik mendapat dukungan masyarakat pada umumnya. Reformasi ini didukung oleh terbukanya pandangan politik dalam persamaan perlakuan jender, mulai adanya kesadaran bahwa partisipasi kaum perempuan kurang sekali dalam jabatan politik, dan perlu partisipasi perempuan pada perjanjian-perjanjian internasional. Reformasi pemilu juga terjadi pada Keputusan Mahkamah Konstitusi sebelum Pemilu 2009 yang menghasilkan keputusan untuk merubah cara pemilihan sebelumnya menjadi pemilihan daftar terbuka, sehingga pemilih memiliki wewenang untuk menentukan pilihan calon pada daftar partai yang akan menduduki jabatan jika partainya menang. Sistem pemilu di Indonesia mengalami berbagai permasalahan-permasalah, salah satunta permasalahan kekerasan dalam pemilu. Sistem pemilu yang terbuka ini mengakibatkan persaingan antara sesame kandidat dan antara para pendukung partai/kandidat tersebut. Diperlukannya pengamanan yang ketat oleh pihak berwajib supaya tidak terjadi kekerasan pada saat proses pemilu.
1.4.1. Kelemahan Sistem Pemilu yang Memberikan Peluang Money Politic
Money politic (politik uang) merupakan uang maupun barang yang diberikan untuk menyoggok atau memengaruhi keputusan masyarakat agar memilih partai atau perorangan tersebut dalam pemilu, padahal praktek money politic merupakan praktek yang sangat bertentangan dengan nilai demokrasi.Lemahnya Undang-Undang dalam memberikan sanksi tegas terhadap pelaku money politic membuat praktek money politic ini menjamur luas di masyarakat.
Maraknya praktek money politic ini disebabkan pula karena lemahnya Undang-Undang dalam mengantisipasi terjadinya praktek tersebut. Padahal praktek money politic ini telah hadir dari zaman orde baru tetapi sampai saat ini masih banyak hambatan untuk menciptakan sistem pemilu yang benar-benar anti money politic. Praktek money politic ini sungguh misterius karena sulitnya mencari data untuk membuktikan sumber praktek tersebut, namun ironisnya praktek money politic ini sudah menjadi kebiasaan dan rahasia umum di masyarakat. Real-nya Sistem demokrasi pemilu di Indonesia masih harus banyak perbaikan, jauh berbeda dibandingkan sistem pemilu demokrasi di Amerika yang sudah matang.
Hambatan terbesar dalam pelaksanaan pemilu demokrasi di Indonesia yaitu masih tertanamnya budaya paternalistik di kalangan elit politik. Elit-elit politik tersebut menggunakan kekuasaan dan uang untuk melakukan pembodohan dan kebohongan terhadap masyarakat dalam mencapai kemenangan politik. Dewasanya, saat ini banyak muncul kasus-kasus masalah Pilkada yang diputuskan melalui lembaga peradilan Mahkamah Konstitusi (MK) karena pelanggaran nilai demokrasi dan tujuan Pilkada langsung. Hal itu membuktikan betapa terpuruknya sistem pemilu di Indonesia yang memerlukan penanganan yang lebih serius. Masyarakat yang kondisi ekonominya sulit dan pengetahuan politiknya masih awam akan mejadi sasaran empuk para pelaku praktek money politik.
Pelaku praktek money politic ini tentu mengeluarkan biaya yang tidak sedikit dalam menjalankan prakteknya tersebut, sehingga setelah dia menerima kekuasaan maka terjadi penyelewengan kekuasaan seperti eksploitasi Anggaran belanja, kapitalisasi kebijakan, dan eksploitasi sumber daya yang ada sebagai timbal-balik atas biaya besar pada saat pelaku money politik itu melakukan kampaye.Perlunya penafsiran ulang mengenai keputusan Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan masalah-masalah di pemilu yang terkadang menyalahi aturan UU yang berlaku. Calon-calon dalam pemilu pasti melakukan kampanye, kampaye ini memerlukan dana yang tidak sedikit. Banyak pihak-pihak yang membantu pendanaan dalam melakukan kampanye suatu partai atau perorangan, namun hal ini terkadang bisa di sebut suatu penyuapan politik.
Pihak-pihak yang memberikan pendanaan biasanya mengharapkan imbalan setelah partai atau perorangan tersebut terpilih dan memegang kekuasaan. Misalnya, anggota legislative yang terpilih tersebut membuat peraturan Undang-Undang yang memihak pada pihak-pihak tertentu khususnya pihak yang mendanai partai atau perorangan dalam kampanye tersebut. Dalam pemilu banyak aksi money politic yang dapat memengaruhi hasil pemilu karena aturan yang tidak tegas bahkan petinggi negara seperti badan legislative, eksekutif, dan yudikatif beberapa diantaranya bisa di suap sehingga petinggi negara yang memiliki kekuasaan tersebut dengan mudah dapat menetapkan kebijakan-kebijakan atau melakukan kecurangan yang menguntungkan pihak yang memiliki banyak uang tesebut.
1.4.2. Solusi Mengatasi Money Politic
Kita sebagai masyarakat harus ikut berpartisipasi untuk mengkaji keputusan Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan kasus-kasus pemillu agar tidak menyimpang dari peraturan hukum yang berlaku. Calon-calon pada pemilu juga harus komitmen untuk benar-benar tidak melakukan praktek money politik dan apabila terbukti melakukan maka seharusnya didiskualifikasi saja.
Bentuk Undang-Undang yang kuat untuk mengantisipasi terjadinya money politic dengan penanganan serius untuk memperbaiki bangsa ini, misalnya membentuk badan khusus independen untuk mengawasai calon-calon pemilu agar menaati peraturan terutama untuk tidak melakukan money politic. Sebaiknya secara transparan dikemukan kepada publik sumber pendanaan kampaye oleh pihak-pihak yang mendanai tersebut. Transparan pula mengungkapkan tujuan mengapa mendanai suatu partai atau perorangan, lalu sebaiknya dibatasi oleh hukum mengenai biaya kampanye agar tidak berlebihan mengeluarkan biaya sehingga terhindar dari tindak pencarian pendanaan yang melanggar Undang-Undang. Misalnya, anggota legislative yang terpilih tersebut membuat peraturan Undang-Undang yang memihak pada pihak-pihak tertentu khususnya pihak yang mendanai partai atau perorangan dalam kampanye tersebut.
Meningkatkan kesadaran masyarakat merupakan indikator penting untuk memudarkan berkembangnya praktek money politic karena sebagian besar masyarakat hanya memikirkan keuntungan sendiri tanpa menyadari efek yang timbul di masa depan. Praktek money politic dapat menghancurkan masa depan negara ini karena praktek money politic ini akan cukup menguras keuangan suatu partai atau perorangan yang mencalonkan diri pada pemilu sehingga setelah terpilih di pemilu akan memicu niat untuk tindak korupsi. Para pelaku praktek money politic ini memanfaatkan situasi perekonomian rakyat yang semakin sulit sehingga masyarakat jangan mudah tergiur dengan keuntungan yang diterima sementara ini.
Calon pemimpin yang melakuan money politic tentu tidak berlaku jujur sehingga sebagai masyarakat yang cerdas jangan mau di pimpin oleh seseorang yang budi pekertinya tidak baik. Sadarilah apabila kita salam memilih pemimpin akan berakibat fatal karena dapat menyengsarakan rakyatnya. Sebaiknya pemerintah mengadakan sosialisasi pemilu yang bersih dan bebas money politc kepada masyarakat luas agar tingkat partisipasi masyarakat dalam demokrasi secara langsung meningkat. Perlu keseriusan dalam penyuluhan pendidikan politik kepada masyarakat dengan penanaman nilai yang aman, damai, jujur dan kondusif dalam memilih.
Hal tersebut dapat membantu menyadarkan masyarakat untuk memilih berdasarkan hati nurani tanpa tergiur dengan praktek money politic yang dapat menghancurkan demokrasi. Pemerintah juga harus lebih giat memberikan sosialisasi kepada kandidat yang akan di pilih oleh rakyat untuk mengutamakan moralitas politik sehingga dapat berlaku jujur dengan tidak melakukan praktek money politic.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Bertolak dari keseluruhan pembahasan di atas dicoba menarik beberapa pelajaran yang berkaitan dengan partisipasi politik di Indonesia. Pada dasarnya partisipasi politik merupakan kehendak sukarela masyarakat baik individu maupun kelompok dalam mewujudkan kepentingan umum. Dalam hal ini setiap sikap dan perilaku politik individu seyogyanya mendasari pada kehendak hati nurani secara suka rela dalam konteks kehidupan politik.
Partisipasi politik amat urgen dalam kontes dinamika perpolitikan di suatu masyarakat. Sebab dengan partisipasi politik dari setiap individu maupun kelompok masyarakat maka niscaya terwujud segala yang menyangkut kebutuhan warga masyarakat secara universal. Sehingga demikian, keikutsertaan individu dalam masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dalam mewujudkan kepentingan umum. Dan paling ditekankan dalam hal ini terutama sikap dan perilaku masyarakat dalam kegiatan politik yang ada. Dalam arti lain setiap individu harus menyadari peranan mereka dalam mendirikan kontribusi sebagai insan politik. Dalam hal ini peranan meliputi pemberian suara, kegiatan menghadiri kampanye serta aksi demonstrasi. Namun kegiatan-kegiatan sudah barang tentu harus dibarengi rasa sukarela sebagai kehendak spontanitas individu maupun kelompok masyarakat dalam partisipasi politik tanpa adanya intimidasi dari pihak lain. Dengan kegiatan-kegiatan politik ini pula, intensitas daripada tingkat partisipasi politik warga masyarakat dapat termanifestasi maksudnya terwujud dengan kata lain perwujudan atau bentuk dari sesuatu yang tidak kelihatan. Karena ini bisa dijadikan sebagai parameter dalam mengetahui tingkat kesadaran partisipasi politik warga masyarakat di Indonesia.
Seperti partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum, ini merupakan salah satu implementasi nilai-nilai demokrasi di Indonesia, yang mencerminkan nilai Kebebasan , dimana masyarakat diberi kebebasan penuh untuk memilih, mendukung calon yang di inginkan. Sebagai contoh, dari data KPU pada tanggal 9 mei 2009 (http://partai.info/pemilu2009/ diakses 1 Desember 2012) menunjukan masyarakat Indonesia yang ikut berpartisipasi untuk memilih adalah lebih dari 104 juta jiwa.
Dalam hal lain masyarakat Indonesia juga menunjukkan nilai kebebasan demokrasi dalam hal melakukan protes terhadap pemerintah. Ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam politik di Indonesia mengalami peningkatan. Budiarjo (1996:185) menyatakan dalam Negara-negara demokratis umumnya dianggap bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat lebih baik. Dalam alam pemikiran ini tingginya tingkat partisipasi menunjukkan bahwa warga Negara mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan itu.
Sebagai pelaksanaan nilai demokrasi, partisipasi masyarakat dalam politik memiliki peran penting. Karena dalam Negara demokrasi semua bersumber pada rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
1.4. Partisipasi Politik pada Pemilihan Umum (Pemilu)
Berdasarkan UUD 1945 bab 1 {Pasal 1 ayat 2 kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilakukan menurut undang-undang Dasar. Dalam demokrasi modern yang mnejalankan kedaulatan itu wakil-wakil rakyat yang di tentukan sendiri oleh rakyat. Untuk menentukan siapakah yang akan yang berwenang mewakili rakyat maka dilaksanakanlah Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilihan Umum adalah suatu cara meimilih wakil-wakil rakyat serta salah satu pelayanan hak-hak azasi warga Negara dalam bidang politik (Syarbaini : 2002 : 80).
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 tahun 2007 tentang penyelenggarakan pemilihan umun dinyatakn bahwa pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang di selenggarakan secara langsung, umum, bebas, jujur dan adil. Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Repulbik Indonesia tahun 1945.
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu hak azasi manusia yang sangat principil.karenanya dalam rangka pelaksanaan hak-hak azasi adalah suatu keharusan bagi pemerintah untuk melaksanakan pemilu. Sesuai dengan azas bahwa rakyatlah yang berdaulat maka semaunya itu harus dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannnya. Merupakan suatu pelanggaran hak azasi apabila pemerintah tidak mengadakan pemilu atau memperlambat pemilu tanpa persetujuan dari wakil-wakil rakyat (kusnardi :1994 ; 324).
Dari beberapa pernyataan tersebut semestinya partisipasi rakyat dilaksanakan secara bebas, jujur, dan tanpa ada tekanan dari pihak manapun. Namun hal ini berbanding terbalik dengan fakta dilapangan. Sudah merupakan rahasia umum jika dalam setiap pemilu atau di sela-sela kampanye ada saja oknum yang melakukan kecurangan-kecurangan. terutama mengenai Isu money politic yang kian marak terjadi di tanah air sehingga memunculkan kekhawatiran sejumlah pihak.
Pemilihan Umum merupakan agenda penting dalam upaya mewujudkan tata pemerintahan yang demokratis, meskipun tidak selamanya pemilihan umum yang demokratis akan menghasilkan pemerintahan yang demokratis, begitu juga sebaliknya. Pemilihan umum merupakan bentuk legitimasi yang diberikan rakyat kepada individu-individu maupun partai-partai untuk mewakilinya. Dukungan dan partisipasi rakyat dalam pesta demokrasi ini menjadi pondasi bagi legitimasi pemerintahan yang terbentuk sesudahnya.
Pemilihan umum sebagai sebuah agenda politik dalam prosedural demokrasi jelas akan membawa perubahan pada berbagai sektor. Partai pemenang pemilu yang memegang kebijakan nantinya akan menentukan kemana arah kapal kebijakan akan berlayar. Akan tetapi perlu diingat bahwa sebelum pemilihan umum tersebut dilaksanakan tentunya terjadi proses politik yang mendahuluinya. Proses-proses politik inilah yang kemudian mempengaruhi bagaimana Pemilihan Umum tersebut berlangsung.
Kondisi-kondisi politik yang dimaksud disini adalah antara lain bagaimana Partai Politik yang ada pada saat pemilihan tersebut berlangsung, Sistem kepartaian yang diterapkan, Sistem Pemilihan Umum yang diterapkan, Partisipasi Politik masyarakat dalam Pemilihan Umum tersebut, dan bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat menjelang Pemilihan Umum tersebut dilaksanakan. Faktor-faktor ini kemudian mempengaruhi Pemilihan Umum yang dilaksanakan, apakah kemudian dapat berhasil dengan demokratis menghasilkan pemimpin yang merupakan pilihan rakyat, atau malah menimbulkan perpecahan yang berujung pada disintegrasi bangsa.
Pemilu merupakan sarana langsung bagi masyarakat yang cukup usia untuk berpartisipasi dalam memengaruhi pengambilan keputusan. Tahapan proses pemilu antara lain penetapan daftar pemilih, tahap pencalonan kandidat, tahap kampanye, tahap pemungutan serta penghitungan suara, dan hasil perolehan suara sehingga kita dapat menentukan kandidat yang terpilih. Sistem pemilu di Indonesia harus sesuai dengan prinsip pemilu yang bebas, langsung, jujur, adil dan rahasia. Sistem pemilu 2010 dapat dijadikan acuan penilaian sistem pemilu di Indonesia saat ini, sistem pemilu tahun lalu ini dapat pula dijadikan pedoman untuk mewujudkan sistem pemilu mendatang yang lebih baik dengan cara menilai dan mengevaluasi. Penilaian sistem pemilu ini dapat di lihat dari berbagai sudut pandang yaitu kondisi sosial ekonomi, kondisi lembaga-lembaga politik, proses pemungutan suara, proses pemilihan kepala daerah, tatacara pemilihan, tingkah laku masyarakat dalam memilih, partisipasi perempuan dalam partai politik, pendapat masyarakat mengenai demokrasi, dan munculnya masalah-masalah baru dalam pemilu. Kandidat yang maju telah diseleksi sebelumnya karena harus memenuhi pesyaratan dan kriteria sesuai peraturan yang berlaku.
Sistem pemilu saat ini merencanakan banyak pemilu kepala daerah sehingga dalam melakukan proses pemungutan suara diperlukan informasi dan tatacara pemilu yang efektif kepada masyarakat luas. Masyarakat Indonesia pada umumnya telah mampu mengikuti proses pemilu dan menghormati hasil pemilu, namun pemilu di Indonesia masih banyak menghadapi kendala-kendala dalam pelaksanaannya. Kendala utama dalam pemilu yaitu pemberian informasi kepada masyarakat mengenai proses-proses utama dalam pemilihan kepala daerah. Perlunya peningkatan informasi kepada masyarakat mengenai proses pemilu yang penting seperti informasi para kandidat, proses pencalonan kandidat, proses penghitungan suara sampia calon terpilih, kampanye pemilu yang dilakukan, cara masyarakat mendaftar diri sebagai pemilih, tatacara yang tepat manandai surat suara, dan dimana serta kapan kita harus memilih. Kurangnya informasi penting mengenai proses pemilihan ini harus segera ditangani secara serius karena hal ini sifatnya mutlak harus dimengerti oleh masyarakat yang memilih dalam pemilu. Maka sebaiknya pembenahan dari dasar oleh pemerintah harus segera dilakukan misalnya pendidikan dan pemberian informasi yang lengkap terhadap masyarakat sebagai pemilih. Televisi juga bisa dijadikan sarana efektif dalam penyampaian informasi pemilu, namun lebih efektif lagi apabila diiringi dengan pemberian informasi melalui pendidikan formal mengenai proses pemilu tersebut. Pemberian pendidikan proses pemilu harus memperhatikan latar belakang masyarakat yang bervariasi agar informasi yang disampaikan dapat dimengerti oleh semua lapisan masyarakat Indonesia. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu di perlukan sumber informasi seperti brosur, iklan di media cetak/internet, surat-surat melalui pos, kampanye iklan di radio, poster, debat/dialog kandidat pemilu dll.
Kepercayaan masyarakat kepada lembaga-lembaga yang berwenang dalam proses pemilu merupakan faktor penting dalam pelaksanaan pemilu, sehingga diperlukan peran lembaga-lembaga pemilu yang efektif dan mampu menjaga nama baiknya. Tingkat kepercayaan masyarakat pula harus di dukung oleh anggota lembaga-lembaga pemilu yang memiliki keahlian mengatasi masalah-masalalah pemilu dan mampu bersikap adil dengan tidak memihak salah satu partai politik. Masyarakat pada umumnya mengajukan usulan jangka waktu tunggu 5 tahun bagi mantan anggota komisi pemilu untuk dapat menjadi anggota partai politik, hal ini merupakan antisipasi karena ditakutkan hubungan anggota yang akrab antara komisi pemilu dengan anggota partai menimbulkan persekongkolan negatif. Prinsip pemilu yang bebas, langsung, jujur, adil dan rahasia,” yang mengandung makna bahwa lembaga-lembaga pemilu harus bertindak netral dan transparan dalam proses pemilu. Kandidat-kandidat pada pemilu ini melakukan proses kampaye yang merupakan bentuk publikasi kepada masyarakat dan untuk memengaruhi masyarakat supaya memilih kandidat tersebut.
Hal utama yang harus dilakukan pemilih yaitu memastikan namanya ada dalam daftar pemilih, namun pada umumnya telah ada petugas pemilu yang mendatangi tiap rumah untuk mendata. Daftar pemilih harus akurat sehingga masyarakat harus menunjukkan dokumen sah yaitu kartu pemilih dan KTP (Kartu Tanda Penduduk) agar proses pemilu berjalan dengan efektif. Pada praktek pemilihan, masyarakat akan dihadapkan pada prosedur pemilihan yaitu cara melakukan pengecekan daftar pemilih, dan cara menandai kartu suara secara benar. Hal tersebut mutlak harus dimengerti oleh masyarakat, namun real-nya masih banyak masyarakat yang belum paham dalam melakukan prosedur itu. Masyarakat juga mengalami kebingungan karena cara untuk menandai surat suara selalu berubah dari satu pemilu ke pemilu yang lain dan kurangnya informasi mengenai perubahan tersebut.Maka lembaga-lembaga pemilu harus mulai memusatkan perhatian dalam pemberian informasi yang tepat terhadap masyarakat untuk menyelesaikan masalah prosedur ini.
Reformasi pemilu mengenai bertambahnya partisipasi kaum perempuan sebagai calon dalam pesaingan partai politik mendapat dukungan masyarakat pada umumnya. Reformasi ini didukung oleh terbukanya pandangan politik dalam persamaan perlakuan jender, mulai adanya kesadaran bahwa partisipasi kaum perempuan kurang sekali dalam jabatan politik, dan perlu partisipasi perempuan pada perjanjian-perjanjian internasional. Reformasi pemilu juga terjadi pada Keputusan Mahkamah Konstitusi sebelum Pemilu 2009 yang menghasilkan keputusan untuk merubah cara pemilihan sebelumnya menjadi pemilihan daftar terbuka, sehingga pemilih memiliki wewenang untuk menentukan pilihan calon pada daftar partai yang akan menduduki jabatan jika partainya menang. Sistem pemilu di Indonesia mengalami berbagai permasalahan-permasalah, salah satunta permasalahan kekerasan dalam pemilu. Sistem pemilu yang terbuka ini mengakibatkan persaingan antara sesame kandidat dan antara para pendukung partai/kandidat tersebut. Diperlukannya pengamanan yang ketat oleh pihak berwajib supaya tidak terjadi kekerasan pada saat proses pemilu.
1.4.1. Kelemahan Sistem Pemilu yang Memberikan Peluang Money Politic
Money politic (politik uang) merupakan uang maupun barang yang diberikan untuk menyoggok atau memengaruhi keputusan masyarakat agar memilih partai atau perorangan tersebut dalam pemilu, padahal praktek money politic merupakan praktek yang sangat bertentangan dengan nilai demokrasi.Lemahnya Undang-Undang dalam memberikan sanksi tegas terhadap pelaku money politic membuat praktek money politic ini menjamur luas di masyarakat.
Maraknya praktek money politic ini disebabkan pula karena lemahnya Undang-Undang dalam mengantisipasi terjadinya praktek tersebut. Padahal praktek money politic ini telah hadir dari zaman orde baru tetapi sampai saat ini masih banyak hambatan untuk menciptakan sistem pemilu yang benar-benar anti money politic. Praktek money politic ini sungguh misterius karena sulitnya mencari data untuk membuktikan sumber praktek tersebut, namun ironisnya praktek money politic ini sudah menjadi kebiasaan dan rahasia umum di masyarakat. Real-nya Sistem demokrasi pemilu di Indonesia masih harus banyak perbaikan, jauh berbeda dibandingkan sistem pemilu demokrasi di Amerika yang sudah matang.
Hambatan terbesar dalam pelaksanaan pemilu demokrasi di Indonesia yaitu masih tertanamnya budaya paternalistik di kalangan elit politik. Elit-elit politik tersebut menggunakan kekuasaan dan uang untuk melakukan pembodohan dan kebohongan terhadap masyarakat dalam mencapai kemenangan politik. Dewasanya, saat ini banyak muncul kasus-kasus masalah Pilkada yang diputuskan melalui lembaga peradilan Mahkamah Konstitusi (MK) karena pelanggaran nilai demokrasi dan tujuan Pilkada langsung. Hal itu membuktikan betapa terpuruknya sistem pemilu di Indonesia yang memerlukan penanganan yang lebih serius. Masyarakat yang kondisi ekonominya sulit dan pengetahuan politiknya masih awam akan mejadi sasaran empuk para pelaku praktek money politik.
Pelaku praktek money politic ini tentu mengeluarkan biaya yang tidak sedikit dalam menjalankan prakteknya tersebut, sehingga setelah dia menerima kekuasaan maka terjadi penyelewengan kekuasaan seperti eksploitasi Anggaran belanja, kapitalisasi kebijakan, dan eksploitasi sumber daya yang ada sebagai timbal-balik atas biaya besar pada saat pelaku money politik itu melakukan kampaye.Perlunya penafsiran ulang mengenai keputusan Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan masalah-masalah di pemilu yang terkadang menyalahi aturan UU yang berlaku. Calon-calon dalam pemilu pasti melakukan kampanye, kampaye ini memerlukan dana yang tidak sedikit. Banyak pihak-pihak yang membantu pendanaan dalam melakukan kampanye suatu partai atau perorangan, namun hal ini terkadang bisa di sebut suatu penyuapan politik.
Pihak-pihak yang memberikan pendanaan biasanya mengharapkan imbalan setelah partai atau perorangan tersebut terpilih dan memegang kekuasaan. Misalnya, anggota legislative yang terpilih tersebut membuat peraturan Undang-Undang yang memihak pada pihak-pihak tertentu khususnya pihak yang mendanai partai atau perorangan dalam kampanye tersebut. Dalam pemilu banyak aksi money politic yang dapat memengaruhi hasil pemilu karena aturan yang tidak tegas bahkan petinggi negara seperti badan legislative, eksekutif, dan yudikatif beberapa diantaranya bisa di suap sehingga petinggi negara yang memiliki kekuasaan tersebut dengan mudah dapat menetapkan kebijakan-kebijakan atau melakukan kecurangan yang menguntungkan pihak yang memiliki banyak uang tesebut.
1.4.2. Solusi Mengatasi Money Politic
Kita sebagai masyarakat harus ikut berpartisipasi untuk mengkaji keputusan Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan kasus-kasus pemillu agar tidak menyimpang dari peraturan hukum yang berlaku. Calon-calon pada pemilu juga harus komitmen untuk benar-benar tidak melakukan praktek money politik dan apabila terbukti melakukan maka seharusnya didiskualifikasi saja.
Bentuk Undang-Undang yang kuat untuk mengantisipasi terjadinya money politic dengan penanganan serius untuk memperbaiki bangsa ini, misalnya membentuk badan khusus independen untuk mengawasai calon-calon pemilu agar menaati peraturan terutama untuk tidak melakukan money politic. Sebaiknya secara transparan dikemukan kepada publik sumber pendanaan kampaye oleh pihak-pihak yang mendanai tersebut. Transparan pula mengungkapkan tujuan mengapa mendanai suatu partai atau perorangan, lalu sebaiknya dibatasi oleh hukum mengenai biaya kampanye agar tidak berlebihan mengeluarkan biaya sehingga terhindar dari tindak pencarian pendanaan yang melanggar Undang-Undang. Misalnya, anggota legislative yang terpilih tersebut membuat peraturan Undang-Undang yang memihak pada pihak-pihak tertentu khususnya pihak yang mendanai partai atau perorangan dalam kampanye tersebut.
Meningkatkan kesadaran masyarakat merupakan indikator penting untuk memudarkan berkembangnya praktek money politic karena sebagian besar masyarakat hanya memikirkan keuntungan sendiri tanpa menyadari efek yang timbul di masa depan. Praktek money politic dapat menghancurkan masa depan negara ini karena praktek money politic ini akan cukup menguras keuangan suatu partai atau perorangan yang mencalonkan diri pada pemilu sehingga setelah terpilih di pemilu akan memicu niat untuk tindak korupsi. Para pelaku praktek money politic ini memanfaatkan situasi perekonomian rakyat yang semakin sulit sehingga masyarakat jangan mudah tergiur dengan keuntungan yang diterima sementara ini.
Calon pemimpin yang melakuan money politic tentu tidak berlaku jujur sehingga sebagai masyarakat yang cerdas jangan mau di pimpin oleh seseorang yang budi pekertinya tidak baik. Sadarilah apabila kita salam memilih pemimpin akan berakibat fatal karena dapat menyengsarakan rakyatnya. Sebaiknya pemerintah mengadakan sosialisasi pemilu yang bersih dan bebas money politc kepada masyarakat luas agar tingkat partisipasi masyarakat dalam demokrasi secara langsung meningkat. Perlu keseriusan dalam penyuluhan pendidikan politik kepada masyarakat dengan penanaman nilai yang aman, damai, jujur dan kondusif dalam memilih.
Hal tersebut dapat membantu menyadarkan masyarakat untuk memilih berdasarkan hati nurani tanpa tergiur dengan praktek money politic yang dapat menghancurkan demokrasi. Pemerintah juga harus lebih giat memberikan sosialisasi kepada kandidat yang akan di pilih oleh rakyat untuk mengutamakan moralitas politik sehingga dapat berlaku jujur dengan tidak melakukan praktek money politic.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Bertolak dari keseluruhan pembahasan di atas dicoba menarik beberapa pelajaran yang berkaitan dengan partisipasi politik di Indonesia. Pada dasarnya partisipasi politik merupakan kehendak sukarela masyarakat baik individu maupun kelompok dalam mewujudkan kepentingan umum. Dalam hal ini setiap sikap dan perilaku politik individu seyogyanya mendasari pada kehendak hati nurani secara suka rela dalam konteks kehidupan politik.
Partisipasi politik amat urgen dalam kontes dinamika perpolitikan di suatu masyarakat. Sebab dengan partisipasi politik dari setiap individu maupun kelompok masyarakat maka niscaya terwujud segala yang menyangkut kebutuhan warga masyarakat secara universal. Sehingga demikian, keikutsertaan individu dalam masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dalam mewujudkan kepentingan umum. Dan paling ditekankan dalam hal ini terutama sikap dan perilaku masyarakat dalam kegiatan politik yang ada. Dalam arti lain setiap individu harus menyadari peranan mereka dalam mendirikan kontribusi sebagai insan politik. Dalam hal ini peranan meliputi pemberian suara, kegiatan menghadiri kampanye serta aksi demonstrasi. Namun kegiatan-kegiatan sudah barang tentu harus dibarengi rasa sukarela sebagai kehendak spontanitas individu maupun kelompok masyarakat dalam partisipasi politik tanpa adanya intimidasi dari pihak lain. Dengan kegiatan-kegiatan politik ini pula, intensitas daripada tingkat partisipasi politik warga masyarakat dapat termanifestasi maksudnya terwujud dengan kata lain perwujudan atau bentuk dari sesuatu yang tidak kelihatan. Karena ini bisa dijadikan sebagai parameter dalam mengetahui tingkat kesadaran partisipasi politik warga masyarakat di Indonesia.